Thursday 28 June 2012

Kita Harus Berdaulat dan Percaya Pada Kekuatan Sendiri

Oleh : Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto


Persoalan nurani, ketidaktegasan pemimpin nasional dan belum merdekanya jiwa dipandang oleh Jendral (Purn) Tyasno Sudarto sebagai akar dari berbagai masalah yang menerpa Bangsa Indonesia. 

Berikut wawancara eksklusif dengan Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto saat ditemui di kantornya, Gedung Juang 45, Cikini, Jakarta, antara lain:

Bagaimana pendapat bapak menyimak carut marutnya persoalan bangsa saat ini? 
Bangsa kita belum selesai memerdekakan jiwanya, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 hanya sebuah seremonial. Kita sebagai sebuah bangsa yang berdaulat harus bisa mandiri dan percaya akan kekuatan sendiri. Perjuangan untuk memerdekakan jiwa kita masih panjang, kita jangan terus terpenjara dalam sebuah labirin negatif, seperti minder, tidak percaya diri dan berjiwa jongos. Pendiri sekolah Taman Siswa yang juga salah satu guru bangsa Indonesia, Ki Hadjar Dewantara pernah mengatakan, apabila jiwa merdeka, maka negara merdeka. Carut marutnya kondisi bangsa saat ini dikarenakan proses kemerdekaan belum selesai dan kekuatan asing tetap ingin menguasai Indonesia, diantaranya melalui ekspansi non-fisik. Jika kita lihat di zaman Orde Baru, saat itu Indonesia jelas memiliki arah dan tujuan karena adanya Garis Besar Haluan Negara (GBHN), namun harus diakui pula bahwa kepemimpinan Presiden Soeharto dalam bidang ekonomi masih belum optimal, dan beliau akhirnya menyadari hal ini dan disusunlah Trilogi Pembangunan
Apa yang diperlukan bangsa ini ke depan?
Kita sudah memiliki konstitusi yang kuat, yaitu Pancasila dan UUD 1945, namun itu semua belum memiliki penjabaran yang lengkap karena masih menggunakan peraturan kolonial. Kondisi ini semakin kompleks di saat semakin intensnya ekspansi non fisik yang dilandasi kepentingan asing. Upaya untuk memperkaya khasanah dan penjabaran Pancasila dan UUD 1945 sepanjang sejarah selalu diwarnai oleh hambatan-hambatan politis, sebut saja peristiwa G 30 S PKI, dan bahkan momentum reformasi 1998 yang awalnya murni untuk memerangi Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) akhirnya hanya mampu merubah tataran kekuasaan saja, dan ironisnya akhirnya UUD 1945 di amandemen dengan memanfaatkan operator kekuatan asing yang ada di legislatif dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Akhir-akhir ini publik semakin disuguhi berita mengejutkan seputar pemimpin, politisi dan pengusaha nasional, apa tanggapan bapak?
Sebenarnya dalam masalah apapun, berlaku idiom ”Tak akan ada asap kalau tak ada api”, namun bagaimanapun masalah ini harus dilihat secara jernih, dan kuncinya ada di good governance. Sejatinya, perkataan good governance sering diutarakan Presiden SBY dalam berbagai kesempatan, dan seharusnya dilaksanakan dengan serius. Selain itu, pemerintah harus mengklarifikasi pemberitaan di surat kabar The Age dan Sydney Herald Tribune yang didapat dari bocoran kabel diplomatik AS yang diperoleh WikiLeaks. Pemerintah harus meneliti motif dari pemberitaan tersebut yang akhirnya dapat bermanfaat bagi informasi intelijen.
Maraknya paket kiriman bom beberapa waktu semakin menguatkan pendapat bahwa rasa aman masyarakat mulai terancam, bagaimana bapak menanggapinya?
Aparat keamanan, khususnya intelijen harus menyelidiki latar belakang motif yang sesungguhnya, apakah motif ekonomi, agama, politik, perdagangan narkotika, dll. Namun di balik itu, kita harus menyadari bahwa ketidaktegasan pemerintah juga berkontribusi sebagai penyebab maraknya teror di masyarakat. Kita bisa lihat, misalnya soal masalah Ahmadiyah, sejumlah daerah telah membuat peraturan sendiri, hal ini tidak mungkin terjadi jika pemerintah memiliki ketegasan. Seharusnya persoalan agama menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, pemerintah kembali harus didorong untuk bertindak tegas sehingga mencerminkan sebuah pemerintahan yang kuat. Bangsa Indonesia harus berani kembali ke jalan yang benar, kita harus sadar bahwa jati diri bangsa kita saat ini diobrak-abrik. Manusia melakukan kesalahan adalah sebuah hal yang wajar, namun jangan sampai terulang kembali. Bangsa Indonesia harus membuka mata selebar mungkin, kita saat ini sedang menghadapi perang modern (non-militer), dan kita harus mampu menghadapinya.
Harapan bapak bagi kemajuan bangsa ini ataupun pencapaian pribadi?
Saya ingin melihat dimana Indonesia semakin merdeka, mandiri dan membangun, dan bangsa kita kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 yang asli. Sebagai seorang prajurit, sudah menjadi kewajiban untuk mengawal bangsa ini sampai akhir hayat dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada menuju masyarakat yang adil dan makmur serta terealisasinya ekonomi kerakyatan.
Sumber :

No comments:

Post a Comment